Untuk Apa...?

Izinkan memanggilmu Ibu...?


Cerita sederhana ini melibatkan cinta, aku dan seorang wanita berhati mulia.
Ya, berhati mulia. Seorang wanita yang menarikku dari onggokan sampah di tepian jalan sudut kota.
Beliau memang tidak seperti wanita kebanyakan. Beliau tumbuh dalam keluarga yang mengerti apa itu cinta dan sangat memanusiakan manusia.

Sebelumnya, mataku hanya memandang biasa. Beliau hanya seorang ibu dari satu-satunya wanita yang kucintai.
Kusadari sungguh kejam diriku dulu, betapa besar sifat egois dalam diriku. Hanya memandang cinta dengan sebelah mata tanpa menghargai siapa yang sebenarnya memiliki wanita yang kucinta.
Namun, tidak jarang aku berkata kepada putri beliau,..
"Aku menyukai ibumu, beliau adalah wanita yang baik."
Entahlah, sampai sekarang tidak bisa mengemukakan alasan mengapa dulu aku mengatakan hal itu.

Seiring berjalananku dengan putri beliau, perlahan aku melihat siapakah sebenarnya beliau.
Beliau adalah ibu yang selalu berusaha sekuat tenaga menjaga putra-purtinya, seorang isteri yang sangat mencintai dan mematuhi suaminya, seorang putri yang sangat menyayangi dan menghormati orang-tuanya dan seorang saudari yang memahami saudara-saudarinya. serta seorang Hamba yang memiliki taqwa begitu besar kepada Rabby-nya yang tidak ditunjukkan kepada sesama hamba-Nya.

Ah, terlalu banyak puja. biarlah cerita sederhana ini yang mengunggap sedikit ketulusan hati beliau.

Kedekatanku dengan beliau dimulai setelah aku berstatus mantan pacar dengan putri beliau 2 tahun lalu. Entah mengapa beliau begitu perhatian dengan kami, hubungan kami dan membantu memperbaiki kesalahan-kesalahan kami. Beliau selalu menjadi tempat curhat kegundahan hatiku, menghibur dan menasehatiku. Dengan senang hati beliau menceritakan sedikit kehidupan putri beliau sesudah kepergianku. Bahkan selalu mengajakku ikut dalam acara ngumpul  dengan keluarga besar beliau.

Hubunganku dengan beliau semakin dekat, membicarakan masalah cinta dan kehidupanku yang kacau.
kacau....? ya, nanti akan kuceritakan dalam tulisan lain, kawan ?
~_~

*****  *****  *****

Aku menerima dan beliau memberi, biarlah aku saja yang menganggap itu perkara.
Aku kebingungan, yang terang adalah beliau sangat tulus kepadaku.

"Engkau adalah anakku,.. Bukan hanya tak berhak menolak pemberian ini, kau juga harus memerhatikan raut wajahmu, kusut-tidaknya bajumu, basah-keringnya bibir merahmu, dan santun-tidaknya tindak-tandukmu,.." AKu tertunduk. "Kau harus bisa menyempurnakan hidupmu !"

Aku terperanjat. Bagaimana beliau dapat serta merta menetapkan rencana ini ?

"Anakku, kamu adalah pohon yang kelak menjadi tiang merah yang begitu indah dan digjaya. Dengan pelepah-pelepah yang siap memayungi akar-akar di bawahnya, ia akan semampai bagai hendak menusuk langit. Ia menjulang tanpa pernah kau tahu kapan ia memanjang, kapan ia menumbuhkan daun, pelepah, bunga, putik, dan akhirnya berbuah. Kita bahkan tak pernah mau tahu bahwa tunasnya setengah mati bertahan ketika daun-daun mudanya dipatuk ayam dan dimakan kambing, batangnya yang masih lembut diombang-ambing angin yang memuting dan hujan yang lebat tak kepalang, atau pelepah-pelepahnya yang masih lembek kadang dipetik anak-anak yang jahil. Lihat, pada waktunya, ia tak hanya hidup, ia bahkan menumbuhkan tunas baru !" tanpa lelah beliau berusaha membangkitkan semangatku.

"Pohon tumbuh tak tergesa-gesa, Anakku,.. "bisiknya lirih. "Dan kuingin kau pun begitu terus tumbuh tanpa terpengaruh syaithan yang siap mencengkeram ketika jiwamu keropos, ketika kau tak berjalan di atas doa-doaku. Tak ada yang kebetulan dalam hidup ini. Semua sudah ketentuan-Nya, Nak,.. Ibu dipilih-Nya untuk membesarkanmu. Itulah kenyataan yang terbentang. Tentu Ibu tak menerimamu begitu saja. Ada sehimpun amanah yang menyertai kehadiranmu. Dan itu membuatku belajar bagaimana menjadi ibu yang sebenar ibu. Menanam cinta, menyiram kasih sayang, memelihara amanah, dan merelakan waktu merapat demi menjadikanmu orang yang baik."

Mata beliau sangat teduh, haru pun adalah hatiku.
Sungguh, aku sangat menyayangi beliau.
Rasa sayang ini seumpama fajar shubuh dengan cincinnya yang lembut.
Perjalanan tertatihku telah mengantarkan kami ke dalam titik cinta, semoga dipayungi Ridha dari yang Maha Kuasa.
Ketika kupungut butir-butir nasehat kehidupan dari beliau, tatapan mata pengunggah semangat dan dekapan hangat yang melindungiku dari serangan kejahatan diri.

*****  *****  *****

Wahai wanita yang putih hatinya..
Bimbinglah aku agar tidak lepas dari amanahmu..?

Wahai wanita penghuni Syurga..
Doa'aku tidak akan lepas untuk kebaikanmu..?

Wahai wanita yang berhati mulia..
Izinkan aku memanggilmu ibu..?
Mencium tanganmu..?
Dan membalas semua ketulusanmu..?

===============================================================================
oleh Ammy Nabiel Muhammad pada 07 April 2011 jam 19:48
Banjarmasin
0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Receba atualizações por e-mail

Followers

About Me

Foto saya
lihat aku dan caraku dengan mata kalian sendiri..